Jumat, 17 Juni 2016

TPM (Total Productive Maintenance)

Pengantar

Salah satu faktor penunjang keberhasilan suatu industri manufaktur ditentukan oleh kelancaran proses produksi. Sehingga bila proses produksi lancar, akan menghasilkan produk berkualitas, waktu penyelesaian pembuatan  yang tepat dan ongkos produksi yang murah.  Proses tersebut tergantung dari kondisi sumber daya yang dimiliki seperti manusia, mesin ataupun sarana penunjang lainnya, dimana  kondisi yang dimaksud adalah kondisi siap pakai untuk menjalankan operasi produksinya, baik ketelitian, kemampuan ataupun kapasitasnya. Kondisi siap pakai dari mesin dan peralatan, dapat dijaga dan ditingkatkan kemampuannya dengan menerapkan program perawatan yang terencana, teratur dan terkontrol, begitupun kemampuan sumber daya manusianya perlu penyesuaian demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Perawatan atau maintenance adalah merupakan salah satu fungsi utama usaha, diamana fungsi - fungsi lainnnya seperti pemasaran, produksi, keuangan dan sumber daya manusia. Fungsi perawatan perlu dijalankan secara baik, karena dengan dijalankannya fungsi tersebut  fasilitas - fasilitas produksi akan terjaga kondisinya dan memberikan pengaruh yang besar bagi kesinambungan operasi suatu industri.
Dari beberapa uraian dan difinisi diatas, maka dapatlah dijelaskan bahwa pengertian dari manajemen perawatan adalah pengelolaan pekerjaan perawatan dengan melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian operasi perawatan untuk memberikan performasi mengenai fasilitas industri. Dalam perkembangan Manajemen Perawatan tersebut, timbul suatu konsep ataupun metode yang bertujuan menjaga optimasi produktifitas yang dikenal sebagai Total Productive Maintenance (TPM).
TPM bisa diartikan sebagai ilmu perawatan terhadap mesin. Total Productive Maintenance (TPM) adalah sebuah program perawatan yang termasuk didalamnya definisi konsep terbaru untuk merawat peralatan dan perlengkapan. Tujuaan dari program TPM adalah untuk menaikkan nilai produksi yang dimana pada saatyang bersamaan, menaikkan moral para pekerja dan kepuasan pekerjaan. TPM membawa perawatan kedalam focus sebagai kebutuhan dan bagian kepentingan utama dalam bisnis. Kemudian tidak lama disetujui sebagai aktivitas non-profit. Seiring berjalannya waktu kemudian dijadwalkan sebagai bagian dari perawatan harian dan dalam beberapa kasus, bagian intergral dari proses manufaktur. Tujuannya adalah untuk mengontrol kedaan gawat darurat dan perawatan yang tidak terjadwal menjadi minimum.
Sejarah TPM
TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan  pertama kali diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso adalah perusahaan pertama yang yang memperkenalkan penerapan pemeliharaan pencegahan secara luas di 1960an. Pemeliharaan pencegahan adalah konsep yang dimana, operator memproduksi barang menggunakan mesin dan grup pemeliharaan didedikasikan dengan kerja pemeliharaan mesin, bagaimanpun dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan menjadi sebuah permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan yang dibutuhkan.  Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan membawa pemeliharaan rutin dari peralatan.
Nippondenso, yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan pencegahan, juga menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan oleh operator produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi perlengakapan untuk improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada pemeliharaan pencegahaan. Modifikasi dilakukan untuk untuk bisa berkoorperasi dalam perlengkapan yang baru. Pencegahan pemeliharaan bersama dengan Maintanance Prevention melahirkan Produktif Maintanance.
Objek TPM
  • Memaksimalkan kegunaan peralatan kerja secara efektif dan benar.
  • Merancang sistem pemeliharaan agar peralatan selalu siap pakai.
  • Mengajak seluruh departemen untuk terlibat langsung dalam merancang, menggunakan, serta merawat semua peralatan kerja.
  • Mengajak manajemen dan pekerja untuk terlibat aktif dalam mensukseskan kegiatan ini
Tujuan TPM
  • Mengurangiwaktu tunggu pada saat operasi
  • Meningkatkan ketersediaan alat sehingga menambah waktu produktive.
  • Memperpanjang umur pakai.
  • Melibatkan pemakai dalam sistem perawatan.
  • Pelaksanaan program prevention maintenance dan peningkatan kemampuan merawat
Sasaran TPM
  • Meningkatkanproduktifitasdengancaramengurangimasukandanmenaikankeluaran
  • Memaksimalkanefektivitasperalatansecara :
  • Kuantitatif : meningkatkan total ketersediaan peralatan, dan produktivitas pada periode oerasi tertentu
  • Kualitatif : mengurangi banyaknya produk cacat, menstabilitaskan dan peningkatan kualitas.



Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu sistem pemeliharaan dan perbaikan pada mesin atau peralatan yang melibatkan semua di visi dan karyawan mulai dari operator hingga manajemen puncak berdasarkan komitmen yang telah disepakati bersama. Konsep Total Productive Maintenance (TPM) pertama kali diterapkan di Jepang pada tahun 1971. Pada awalnya, Jepang belajar pemeliharaan produktifitas dari Amerika, lalu digabungkan dengan kebudayaan Jepang (kerja tim). TPM merupakan pencapaian efisiensi pemeliharaan mandiri melalui satu sistem yang lengkap berdasarkan keikut sertaan seluruh karyawan. Selain itu, TPM gabungan dari beberapa ilmu tingkah laku (manusia dan mesin), rekayasa sistem, ekologi (perub ahan mesin), dan logistik.
TPM dirancang untuk mencegah terjadinya suatu kerugian karena terhentinya aktivitas produksi, yang disebabkan oleh kegagalan fungsi dari suatu peralatan (mesin) , kerugian yang disebabkan oleh hilangnya kecepatan produksi mesin yang diakibatkan oleh kegagalan fungsi suatu komponen tertentu dari suatu mesin produksi , dan kerugian karena cacat yang disebabkan oleh kegagalan fungsi komponen atau mesin produksi. Jadi dapat di simpulkan secara sederhana bahwa tujuannya diaplikasikannya TPM adalah untuk mengoptimalkan efisiensi sistem produksi secara keseluruhan melalui aktivitas pemeliharaan dan perbaikan secara terorganisir.
Pada dasarnya, masalah pemeliharaan dan perbaikan sudah timbul sejak pemilihan instalasi atau peralatan. Hal ini disebabkan karena suatu sistem pemeliharaan dan perbaikan hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar jika sekurang-kurangnya telah dipahami prinsip kerja dan karakteristik instalasi, konstruksi dan filsafat perancangannya, bahan dan energi yang digunakan, serta jumlah dan kualifikasi operator dan teknisi yang menanganinya. Dimana system pemeliharaan dan perbaikan meliputi semua usaha untuk menjamin agar instalasi senantiasa dapat berfungsi dengan baik, efisien dan ekonomis, sesuai dengan spesifikasi dan kemampuannya.  Sementara disisi lain hal yang perlu diperhatikan bahwa biaya pemeliharaan dan perbaikan haruslah dapat ditekan seminimal mungkin.
Implementasi TPM
Keberhasilan kegiatan TPM haruslah terukur agar pelaksanaan kegiatannya jelas dan terarah. Parameter untuk mengukur kegiatan ini adalah TPM Indeks, yang meliputi:
Ketersediaan(Availability)
Performa/Kinerja mesin (Performance)
Kualitas produk (Quality)
Availability

Yaitu kesediaan atau kesiapan mesin dalam beroperasi. Nilai ini merupakan parameter keberhasilan kegiatan perawatan (η) mesin. Standar untuk Indeks untuk kesediaan atau kesiapan (Availability) yang ditetapkan oleh JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) adalah 90%. Rumus persamaan didalam mengkalkulasi nilai availability adalah:
                     Operating Time    = Waktu bersih alat/mesin bekerja (tanpa kerusakan).
            Planned Production Time   = Waktu bersih alat/mesin bekerja yang direncanakan.

Ada dua parameter yang mempengaruhi nilai availability yaitu:
  • MTTR (Mean Time To Repair) : Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak. Semakin singkat waktu perbaikan maka semakin baik kualitas perawatan.
  • MTBF (Mean Time Between Failure) : Waktu rata-rata antarasetiapkegagalanmesin yang terjadi. Semakin lama tenggangwaktuantarakegagalansemakinbaikkegiatanperawatan.


Performance

Perpormnace merupakan hasil perkalian dari operation speed rate dan net operation rate, atau rasio kuantitas produk yang di hasilkan di kalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia dalam melakukan proses produksi (operation time). Operation speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan actual mesin (actual cycle time). Persamaan matematikanya di tunjukkan sebagai berikut :

Net operatiaon rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang di proses (processes amount) dikali actual cycle time dengan operation time. Net operatioanj time menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan menurunya kecepatan produksi ( recuced speed).
Tiga factor penting yang di hubutuhkan untuk menghitung perpormance efficiency:
  • Ideal cycle (waktu siklus ideal/waktu standar).
  • Processed amount (jumlah produk yang di proses).
  • Operation time (waktu operasi mesin).
Performance efficiency dapat di hitung sebagai berikut :

Performance efficiency = Net operating x Operating cycle time


Quality
Rate of quality poduct adalah rasio jumlah yang lebih baik terhadap jumlah total produk yang di proses. Jadi rate of quality produk adalah hasil perhitungan dengan menngunakan dua factor berikut:
Processed amount (jumlah produk yang di proses)
Defect amount (jumlah produk yang cacat)
Rate of quality product dapat di hitung sebagai berikut :
Rate quality product = Proses amount - Defect /Processed amount x 100%
Keseluruhan parameter dari setiap aktivitas tersebut diatas (Availability, Performance dan Quality) dinamakan Overall Equipment Effectivenes (OEE) yang merupakan parameter indikator menyeluruh didalam mengendentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerja secar teori. Pemgukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk di tngkatkan produktivitas maupun effisiensi mesin/peralatan dan dapat juga meunjukkan are bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan.
Seperti dijelaskan sebelumnya OEE adalah salah satu out-put dari pengaplikasian progam Total Productive Maintenance (TPM). Kemampuan mengidentifikasikan secara jelas akar permasalahan dan faktor penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan menjadi terfokus merupakan faktor utama metode ini diaplikasikan secara menyeluruh oleh banyak perusahaan didunia. Disuatu industri manufaktur seringkali menghadapi kendala didalam mengaplikasikan TPM dimana banyaknya permasalahan yang belum terungkap dengan jelas. Hal tersebut mengakibatkan penggunaan peralatan yang ada belum optimal.  Oleh karenanya pengungkapan akar masalah dan faktor penyebabnya sangat diperlukan sebelum perusahaan melakukan usaha perbaikan. Menurut Nakajima (1988), terdapat 6 kerugian peralatan yang menyebabkan rendahnya kinerja dari peralatan. Keenam kerugian tersebut, disebut dengan six big losses yang terdiri dari:
  • Kerusakan peralatan (equipment failure)
  • Persiapan peralatan (setup and adjustment)
  • Gangguan kecil dan nganggur (idle and minor stoppage)
  • Kecepatan rendah (reduced speed)
  • Cacat produk dalam proses (process defect)
  • Hasil rendah (reduced yield)
Keenam kerugian peralatan tersebut merupakan tipe kerugian peralatan secara umum. Agar pengukuran nilai OEE ini menjadi lebih akurat kerugian peralatan tersebut harus dapat diuraikan lebih spesifik. Berdasarkan observasi pada beberapa penelitian , diperoleh beberapa kerugian peralatan spesifik yang merupakan penjabaran dari six big losses yang telah disebutkan, penjabaran tersebut yang merupakan alur dari pengukuran nilai OEE ini digambarkan pada Gambar 1. Kerugian peralatan tersebut adalah:
  • Dandori, lama waktu terpakai untuk kegiatan persiapan operasi mesin atau peralatan. Terdapat juga kerugian waiting dandori, yaitu lama waktu terpakai untuk menunggu dilaksanakannya dandori.
  • Quality check, lama waktu terpakai untuk memantau kondisi awal operasi peralatan dari kualitas produk awal yang dihasilkan.
  • Scrap handling, lama waktu terpakai untuk menangani scrap atau sisa hasil proses.
  • Waiting, lama waktu terpakai untuk menunggu peralatan beroperasi yang terdiri dari waiting crane, forklift, material, dan mesin.
  • Trouble, lama waktu terpakai ketika terjadi gangguan atau kerusakan pada peralatan produksi. Berdasarkan peralatannya, maka trouble ini terdiri dari trouble quality, die, mesin, conveyor, kickers, rachi, dan jaw.
  • Speed, kerugian yang terjadi akibat perbedaan antara kecepatan aktual produksi terhadap kecepatan ideal yang ditetapkan.
  • Quality, merupakan kerugian yang diakibatkan produk jadi yang tidak sesuai dengan standar, dan
  • Lain-lain, merupakan kerugian yang terjadi diluar kategori yang diuraikan dan kejadiannya tidak berulang.



Kerugian peralatan (Equipment Losses) yang terjadi.
Kerugian peralatan yang terjadi dapat diukur denga cara mengukur pencapaian nilai OEE satu lini produksi dalam satu periode dan melalui analisis pareto terhadap hasil pengukuran tersebut diperoleh akar permasalahan dan faktor penyebabnya yang secara jelas ditampilkan pada sebuah diagram sebab-akibat.
Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram) di perkenalkan pertama kalinya pada tahun 1943 oleh Prof.Kaoru Ishikawa (Tokyo Unifersity). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan factor factor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan karakteristik kualitas output kerja.Dalam hal ini metode sumbang saran akan cukup efectife digunakan untuk mencari factor factor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail. Untuk mencari factor-factor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja maka, ada lima factor penyebab utama yang signifikan yang perlu di perhatikan yaitu :
  • Manusia (man)
  • Metode kerja (work method)
  • Mesin atau peralatan kerja (machine/equipment)
  • Bahan baku (raw material)
  • Lingkungan kerja (work environment)
Usaha perbaikan pada industri manufaktur, dilihat dari segi peralatan, adalah dengan meningkatkan utilisasi peralatan yang ada seoptimal mungkin. Utilisasi dari peralatan yang ada pada rata-rata industri manufaktur adalah sekitar setengah dari kemampuan mesin yang sesungguhnya (Nakajima, 1988). Pada prakteknya, seringkali usaha perbaikan yang dilakukan tersebut hanya pemborosan, karena tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas permasalahan yang terjadi dan faktor-faktor yang menyebabkannya. Untuk itu diperlukan suatu metode yang mampu mengungkapkan permasalahan dengan jelas agar dapat melakukan peningkatan kinerja peralatan dengan optimal (Jonsson dan Lesshammar, 1999). Tempat penelitian ini adalah sebuah perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia yang selama ini telah menerapkan suatu metode pengukuran kinerja manufaktur perusahaan. Melalui metode tersebut, perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement) terhadap peningkatan kinerja peralatan terus dilakukan. Seiring dengan pelaksanaan usaha perbaikan tersebut, masih dijumpai permasalahan yang mengakibatkan tidak optimalnya peningkatan kinerja peralatan. Hal ini diakibatkan masih samarnya inti permasalahan yang sesungguhnya serta faktor-faktor penyebabnya. Kondisi ini terjadi pada salah satu dari beberapa pabrik yang dimiliki oleh perusahaan ini, yaitu Stamping Production Division (SPD). Dengan demikian, pada penelitian ini pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang digunakan sebagai dasar dalam usaha perbaikan dan peningkatan efektivitas dan produktivitas dari sistem manufaktur perusahaan di SPD.
Aktifitas dasar TPM.
  • Perbaikan Terfokus (Focused Improvement)
  • Perawatan Mandiri (Autonomous Maintenance)
  • Pelatihan
  • Perawatan Terencana (Planned Maintenance)
  • Penanganan permasalahan sejak dini (Early management)
  • Meningkatkan kualitas manajemen Perawatan (Quality Management)
  • Partisipasi bagian administrasi dan penunjang lainnya dalam TPM
  • Manajemen K3 dan Lingkungan
Tujuan dari pelaksanaan TPM ini adalah:
Mendapatkan nilai OEE dari peralatan produksi pada lini produksi yang ditentukan
Mendapatkan akar penyebab dari permasalahan yang ada serta mengajukan saran-saran pemecahannya.
OEE merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big losses peralatan. Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu
  • Availability ratio
  • Performance ratio
  • Quality ratio.
Untuk mendapatkan nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih dahulu.


8 Pilar Total Productive Maintenance
Focus Improvement:
  • Mengukur pemborosan di Tempat kerja
  • Implement MUDA Waste Elimination to improve productivity & cost reduction
  • Meningkatkan efektifitas kerja dengan menerapkan 6S (Sort, Set in Order, Shine, Safety, Standardize & Sustain)
Autonomous Maintenance & Operator (= “Kobetsu Kaizen & Jishu Hozen”)
  • Reset based level, yaitu mengimplementasikan kegiatan maintenance harian oleh Operator pada aktivitas pembersihan, inspeksi mesin, pelumasan mesin dan pengencangan sambungan (baut, klem..etc)
  • Menerapkan Autonomous Maintenance & Operator di setiap working station.
Planned Maintenance System
  • Menjamin mesin 100% siap untuk digunakan (reduce downtime & 100% readiness)
  • Menjamin mesin 100% mendukung pencapaian mutu yang konsisten, jumlah produk yang sesuai dan ketepatan waktu bagi jawal pengiriman ke pelanggan
  • Mengimplementasikan Preventive Maintenance Schedule bagi kemudahan pelaksanaan perawatan dan tindakan pecegahan
  • Reduce maintenance & variable cost

Training & Skill Development dalam mengimplementasikan Competencies Based Matrix
  • Gaps Skill & Training Analysis
  • Conduct training & awareness
  • Verifikasi efektivitas terhadap kepatuhan penerapan
  • People and Skill Matrix

Master Plan Design, Early Equipment & Process Management
  • Periksa spesifikasi alat dan data teknis
  • Pelajari kelemahan dan kekurangan sebagai langkah perbaikan [Life cycle costing]
  • Penerapan perbaikan design pada mesin terpasang dan kemungkinan investasi mendatang pada: Kemudahan dalam pembuatan mesin/alat kerja, Kemudahan instalasi, Kemudahan proses, Kemudahan dalam pengendalian proses dan mutu produk dan Jaminan hasil produksi yang bermutu konsisten
Quality Maintenance System “Hinshitsu Hozen”
  • Melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kerusakan atas mutu dan control performa mesin
  • Focus pada kegiatan Quality Source and Quality Assurance
  • Penerapan Sistem Preventive Maintenance yang efektif dalam ketepatan waktu dan biaya
  • Mengimplementasikan pedeteksi kesalahan dini [Poka Yoke, Mistake Proofing]
TPM in Support Departments (Office, Sales, Marketing, Finance/Accounting, IT and Administration)
  • Seluruh department yang mendukung proses produksi, penyerahan produk dan pelayanan pelanggan berpartisipasi aktif dalam kegiatan TPM untuk meningkatkan efektifitas kinerja binis
  • Meningkatkan kecepatan, efektifitas dan kesederhanaan sehingga bisnis proses menjadi lebih ringkas dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan
Health Safety Environment Management System
  • Operasi bisnis yang berbasis kuat pada dukungan kegiatan Keselamatan kerja dan lingkungan
  • Pelatihan dan implementasi pada seluruh aspek bisnis proses untuk mencapai Zero Accident and Zero Pollution
  • Tunduk dan mematuhi secara terhadap peraturan Pemerintah dan persyaratan Pelanggan untuk mengimplementasikan kebijakan HSE.

Implementasi TPM

Tahapan Implementasi
  • Mengumumkan Keputusan Pimpinan Puncak untuk Memperkenalkan TPM
  • Melancarkan Kampanye Pendidikan
  • Menciptakan Organisasi yang mengarah pada peningkatan TPM
  • Menentukan Dasar-Dasar Kebijakan TPM dan Sasaran TPM
  • Merumuskan Sebuah Master Plan Untuk Pengembangan TPM
  • Menguasai “ Kick Off “ TPM
  • Meningkatkan Keefektifan Peralatan
  • Menetapkan Sebuah Program Mandiri Para Operator
  • Menyusun Sebuah Program Pemeliharaan Terjadwal
  • Menyelenggarakan Pelatihan Untuk Meningkatkan Ketrampilan Operasi dan Pemeliharaan
  • Kembangkan Program Manajemen Pemeliharaan Awal
  • Penerapan TPM Secara Penuh dan Arahkan Untuk Sasaran Yang Lebih Tinggi.
  • Aspek penting dalam implementasi TPM
  • Kegiatan – kegiatan yang memaksimalkan ke-efektifan dari peralatan.
  • Perawatan yang mandiri oleh para operator.
  • Kegiatan – kegiatan kelompok kecil pimpinan
Harapan hasil dari implementasi TPM

  • Hasil hasil yang nyata dan terukur, perusahaan yang telah  mengimplementasikan TPM dengan baik memiliki tingkat kerusakan peralatan, kecelakaan  kerja, produk cacat, keluhan konsumen, serta biaya produksi yang rendah.
  • Mengubah kebiasaan di lingkungan kerja (Membuang kebiasaan buruk dan mengembangkan kebiasaan yang baik).
Dengan TPM perusahaan yang sebelumnya tidak teratur ( kotor ), penuh dengan sisa-sisa material produksi, kebocoran-kebocoran aliran, peralatan berkarat dan lainnya berubah menjadi lingkugan kerja yang bersih dan nyaman.

SERTIFIKAT :
 

Rabu, 08 Juni 2016

LAPORAN KAMPANYE SOSIAL DALAM MENGANTISIPASI TINDAK KEJAHATAN DI TRANSPORTASI UMUM

LAPORAN KAMPANYE SOSIAL
DALAM MENGANTISIPASI TINDAK KEJAHATAN
di
 TRANSPORTASI UMUM
Disusun Oleh :
     NAMA                                            KELAS                                      NPM
Asep Anggara                                                 1ID08                                             31415096
Irma Damayanti                                             1ID08                                             33415444
M. Ilham Fauzi Pane                                     1ID08                                             33415930
Muhammad Riyan M.                                   1ID08                                             34415754
Rudi Irawan                                                   1ID08                                             36415294
Tiar Aji Wibowo                                            1ID08                                             36415877
 
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK NDUSTRI

2016


KATA PENGANTAR
Puji  syukur kami panjatkan atas kehadirat yang diberikan oleh Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun laporan ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Adapun judul dari laporan ini adalah “Laporan Kampanye Sosial dalam Mengantisipasi Tindak Kejahatan di  Transportasi Umum”.
Dalam penyusunan laporan ini kami mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Orang tua serta keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi tiada hentinya;
2.      Ibu Dosen Yuning Ika Rohmawati selaku dosen Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan ilmunya serta membimbing kami sebagai mahasiswa/i;
3.      Seluruh mahasiswa/i jurusan Teknik Industri khususnya rekan-rekan kelas 1ID08 yang telah membantu dan memberikan saran;
  
Kami menyadari bahwa ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima guna lebih memperbaiki laporan ini.  
 Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun, pembaca, maupun dosen di Universitas Gunadarma, terima kasih.
                                                                               
                                                                                                  Bekasi, 30 Mei 2016
                                                                                                                                                Penyusun
                                   ii
DAFTAR ISI
                                                                                                                                                                                                                      
Halaman Judul …………………………………………………………………. i
Kata Pengantar ………………………………………………………………… ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………. iii
BAB  I     PENDAHULUAN
                 1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………...… 1
                 1.2 Masalah dan Batasan Masalah .…………………………………... 2
                 1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………...……...2
                 1.4 Metode Pengumpulan Data……………………………….………..3
                 1.5 Metodelogi Kampanye Sosial ………………..…………..………. 3
                 1.6 Sistematika Penyusunan  ……………………………………...…...4
BAB  II   PERMASALAHAN
                 2.1 Definisi Masalah Sosial ………………………………………...… 5
                 2.2 Pengertian Kejahatan……………………………………..………..6
                 2.3 Unsur-Unsur Kejahatan…………………………………...………..7
BAB III   PEMBAHASAN
                 3.1 Faktor-faktor Terjadinya Tindak Kejahatan ………………..…….. 8
                 3.1.1 Faktor Ekonomi………………………………………….…...8
                 3.1.2 Faktor Sosial Budaya…………………………………….…..9
                 3.1.3 Faktor Moral dan Kejiwaan………………………………….9
 iii
           3.2 Penanggulangan Tindak Kejahatan di Transportasi Umum………10
     3.2.1 Peranan Aparat Kepolisian, Pemerintah dan Penegak Hukum dalam Menangani Masalah Tindak Kriminal di                Indonesia………………………………………..……..…...10
                 3.2.2 Peranan Para Tokoh Agama Dalam Memberi Penyuluhan Kepada Masyarakat Dalam Mengatasi Masalah Kriminalitas di Indonesia ……………………………………………..…11
          
BAB IV   PENUTUP
                 4.1 Kesimpulan ………………………………………………………12
                 4.2 Saran-saran ………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………14

iv




          BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
          
       Masalah sosial tentunya sering terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Banyak sekali jenis dan macam-macam masalah sosial yang ada di Indonesia . permasalahan sosial pada intinya menjurus kepada sesuatu hal yang bersifat negatif di kalangan masyarakat. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita selalu dihadapkan oleh permasalahan-permasalahan. Baik masalah pribadi, maupun masalah yang ada di ruang lingkup masyarakat ,yang biasa disebut masalah sosial. Masalah sosial yang akan dibahas kali ini adalah masalah Tindak Kejahatan di Transportasi Umum. Kejahatan juga dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan pada siapa pun. Terutama yang terjadi di transportasi publik, seperti angkot, bus umum, ojek kereta api, dan lain-lain.
Kejahatan dan kriminalitas di transportasi umum dapat terjadi karena berbagai faktor, baik faktor pelaku itu sendiri maupun korban kejahatan yang lengah terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti yang kita semua ketahui bahwa memang tingkat keamanan di transportasi umum dirasa masih minim dan lemah. Sehingga perlu adanya tindakan antisipasi terhadap resiko terjadinya kejahatan dan aksi kriminalitas di transportasi umum. Aparat yang berwewenang tentunya harus andil dalam menanggulangi tindak kejahatan yang semakin meresahkan masyarakat, terutama para pengguna transportasi publik itu sendiri yang harus selalu waspada dan hati-hati saat berada di transportasi umum.
 1



1.2  Masalah dan Pembatasan masalah
Selama melakukan observasi dan kampanye yang dilakukan dalam mengantisipasi tindak kejahatan di transportasi umum, kami menemui beberapa masalah yang kami rangkum dalam laporan ini. Beberapa masalah tersebut antara lain: Sering terjadinya pencopetan di angkutan umum, tindakan asusila, penculikan, Hipnotis , dan lain-lain. Tindakan kriminal yang meresahkan masyarakat ini memang selayaknya untuk kita analisa mengapa tindakan kejahatan tersebut dapat terjadi dan bagaimana solusi untuk membasmi kejahatan yang meresahkan masyarakat  tersebut.
1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan Kampanye Sosial adalah sebagai berikut :
1.      Memberikan pengetahuan lebih kepada pembaca akan pentingnya membangun kesadaran diri dalam mengantisipasi tindak kejahatan di transportasi publik;
2.      Untuk membentuk dan meningkatkan kewaspadaan di dalam diri masyarakat terhadap lingkungan sekitar, terutama di transportasi umum;
3.      Untuk menumbuhkan rasa kepedulian terhadap terhadap lingkungan sekitar, jika terjadi suatu tindak kejahatan kita dapat mengantisipasinya sengan cepat dan tepat.
4.      Menciptakan karakter masyarakat yang berpegang teguh pada budaya yang berbudi luhur dan bernilai kebaikan. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir tingkat kejahatan terutama di transportasi umum.
 2



1.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan laporan kampanye sosial tentunya memerlukan sumber data untuk bahan yang diperlukan dalam penyusunan data . Penyusun menggunakan bebebrapa metode dalam mengumpulkan data, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Studi Pustaka
Adalah pencarian data atau informasi melalui dokumen manual   sebagai sumber untuk mendapatkan gambaran-gambaran/informasi mengenai kampanye sosial yang kami laksanakan.
2.      Observasi
      Laporan kampanye sosial ini di dasarkan hasil kegiatan, selama melaksakan kegiatan kampanye di lingkungan masyarakat.
3.      Wawancara
      Dalam pengumpulan data penulis melakukan pengamatan langsung terhadap perilaku pengguna transportasi umum serta instansi yang terkait seperti penumpang angkot dan pengendara angkutan umum.
1.5  Metodologi kampanye sosial
a.        Tempat kampanye sosial
Kampanye sosial ini dilakukan di daerah sekitar Terminal Kayuringin, Kota Bekasi.
b.    Waktu Kampanye
                  Kampanye ini dilaksanakan pada :
                   Periode kampanye  : April – Mei 2016
3


1.6  Sistematika Penyusunan
Dalam mempermudah penyusunan serta sistematikanya, penyusun membagi Penulisan ini menjadi empat pokok permasalahan utama yang akan  di sajikan. Dalam bentuk bab, sub bab, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :
      BAB I   :    PENDAHULUAN
                         Dalam bab ini penyusun menguraikan tentang latar belakang masalah, Pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode pengumpulan data, metodologi kampanye dan sistematika penyusunan.
      BAB II   :  PERMASALAHAN
                         Dalam bab ini penyusun menguraikan permasalahan yang kami
                         Temui selama melaksanakan kampanye sosial.
      BAB III   :   PEMBAHASAN
Dalam bab ini penyusun menguraikan mengenai penanganan dari permasalahan yang kami bahas dalam kampanye sosial yang kami lakukan.
      BAB IV    :    PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran bagi penyusun serta instansi yang terkait dalam penanganan masalah sosial terutama masalah kejahatan di transportasi publik serta para pengguna transportasi umum itu sendiri.
  
      
                  4                     



BAB II
PERMASALAHAN
2.1  Definisi Masalah Sosial
                 Masalah sosial adalah suatu masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Mengapa dikatakan sebagai masalah sosial karena berkaitan dengan gejala-gejala yang menggangu ketentraman di dalam masyarakat. Dengan demikian masalah sosial menyangkut nilai nilai sosial yang mencakup segi moral, karena untuk dapat mengklasifikasi suatu persoalan sebagai masalah sosial harus digunakan penilaian sebagai pengukurannya.
                
                 Pengertian Masalah Sosial menurut pendapat Soerjono Soekanto, Masalah Sosial adalah suatu ketidaksesuaian yang terjadi antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, dimana ketidaksesuaian tersebut dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial masyarakat.
                 Masalah sosial juga dapat didefinisikan sebagai  suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, dimana dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut yang menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Suatu keadaan yang normal terdapat integrasi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan antara unsur-unsur masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan. Apabila antara unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan atau ketidaksesuaian, maka hubungan-hubungan sosial akan terganggu yang mengakibatkan kegoyahan dalam kehidupan kelompok.
 5




2.2  Pengertian Kejahatan
               Pengertian Kejahatan dari sudut pandang hukum adalah setiap tingkah laku manusia yang melanggar aturan hukum pidana. Suatu perbuatan dianggap bukan kejahatan apabila perbuatan tersebut tidak dilarang di dalam aturan hukum pidana.
Pengertian Kejahatan menurut R. Soesilo dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu :
1.Pengertia Kejahatan dari sudut pandang yuridis, Kejahatan adalah suatu perbatan yang tingkah lakunya bertentangan dengan kaidah-kaidah dalam UU.
2. Pengertian Kejahatan dari sudut pandang Sosiologis, Kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita juga merugikan masyarakat, yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
Kejahatan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan merupakan peristiwa sehari-hari. Seorang Filsuf bernama Cicero mengatakan Ubi Societas, Ibi Ius, Ibi Crime yang artinya ada masyarakat, ada hukum dan ada kejahatan. Masyarakat saling menilai, berkomunikasi dan menjalin interaksi, sehingga tidak jarang menimbulkan konflik atau perikatan. Satu kelompok akan menganggap kelompok lainnya memiliki perilaku yang menyimpang apabila perilaku kelompok lain tersebut tidak sesuai dengan perilaku kelompoknya. Perilaku menyimpang ini seringkali dianggap sebagai perilaku yang jahat. Batasan kejahatan dari sudut pandang masyarakat adalah setiap perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah yang hidup di dalam masyarakat.
 6


2.3  Unsur-Unsur  Kejahatan
Unsur unsur kejahatan yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai kejahatan sebagai berikut:
1. Unsur kejahatan yang pertama yaitu ada perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain.
2. Unsur kejahatan yang kedua yaitu harus diatur di dalam kitab UU Hukum  Pidana.
3. Unsur kejahatan yang ketiga adalah harus ada maksud jahat atau niat jahat.
4. Unsur kejahatan yang keempat ialah ada peleburan antara perbuatan jahat dan maksud jahat atau niat jahat.
5. Unsur kejahatan yang kelima yaitu harus ada perbauran antara kerugian yang diatur di dalam kitab UU Hukum Pidana dengan perbuatan.
6. Unsur kejahatan yang terakhir adalah harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.
 7




BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-faktor Terjadinya Tindak Kejahatan
Tindak Kejahatan yang semakin marak akhir-akhir ini tentunya semakin meresahkan masyarakat Indonesia ,terutama para pengguna angkutan umum. Tentunya tindak kejahatan ini selalu mempunyai motif, alasan, atau faktor tertentu yang melatar belakanginya. Berikut akan di jelaskan faktor- faktor yang menyebabkan tindak kejahatan, sebagai berikut:

3.1.1 Faktor Ekonomi
Seperti yang kita lihat sekarang ini, kondisi bangsa Indonesia yang perekonomiannya semakin merosot menimbulkan banyak penderitaan bagi rakyat Indonesia. Meningkatnya angka kriminalitas di Indonesia bisa dilihat dari faktor ekonomi. Banyaknya pengangguran yang terjadi di mana-mana, dikarenakan kurangnya keterampilan atau pendidikan seseorang atau dikarenakan masih terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Karena alasan demikian, banyak orang yang mengambil jalan pintas untuk mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Segala hal dapat dilakukan termasuk dengan cara merampok, mencuri, atau menjambret harta benda milik orang lain. Seperti yang kita lihat saat ini, banyak suatu kelompok preman yang sengaja dibentuk oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan operasi di jalan-jalan atau di transportasi umum, seperti penjambretan atau penodongan, misalnya di tempat pemberhentian   ( halte ) bus, di lampu merah, di transportasi umum dan lain-lain.
 8




3.1.2 Faktor Sosial Budaya
            Kriminalitas di Indonesia selain disebabkan oleh faktor ekonomi, salah satu sebabnya yaitu dari faktor sosial-budaya. Yaitu kejahatan disebabkan karena kondisi sosial dan budaya masyarakat, apabila suatu individu masuk ke dalam lingkungan sosial yang buruk maka dia akan terjerumus ke hal yang sama. Selain itu budaya juga berperan besar dalam banyaknya tindak kejahatan , budaya yang negatif tentunya akan menjerumuskan sesorang atau individu ke hal yang negatif pula.                      
3.1.3 Faktor Moral dan Kejiwaan
Dilihat dari faktor moral dan kejiwaan, perbuatan kriminal pun bisa terjadi karena tersebut. Seorang yang mengalami gangguan jiwa atau mempunyai tekanan batin dapat melakukan perbuatan kriminal. Ini mungkin terjadi bagi siapa saja yang mengalami depresi atau frustasi akibat dari suatu masalah-masalah yang sulit teratasi sehingga dapat membuat seseorang mampu melakukan sesuatu di luar dari kesadarannya. Kejahatan karena faktor moral dan kejiwaan seperti, penganiayaan, penyanderaan, pemerkosaan atau pelecehan seksual dan lain-lain. Hal tersebut dapat terjadi di manapun terutama di transportasi umum, seperti angkutan umum.


                                                              9 
3.2  Penanggulangan Tindak Kejahatan di Transportasi Umum
3.2.1 Peranan Aparat Kepolisian, Pemerintah dan Penegak Hukum Dalam Menangani Masalah Tindak Kriminal di Indonesia
Peranan aparat kepolisian dalam memerangi kejahatan yaitu harus lebih ditingkatkannya upaya-upaya aparat keamanan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku seperti mengadakan razia atau pemeriksaan terhadap benda-benda berbahaya seperti senjata tajam, senjata api, bahan-bahan peledak ataupun petasan-petasan yang berbahaya, serta lebih seringnya dilakukan patroli di sepanjang jalan-jalan yang merupakan daerah rawan dan berbahaya.
Dalam memerangi kejahatan atau menangani masalah kriminalitas di Indonesia, tidak hanya dari upaya pihak kepolisian saja, melainkan pemerintah pun harus ikut membantu dalam menjaga keamanan di dalam masyarakat, berbangsa maupun bernegara dengan cara bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam memberi penyuluhan-penyuluhan dan peringatan kepada masyarakat agar mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku. Kemudian upaya pemerintah dalam menangani masalah kriminal bisa juga diwujudkan melalui lebih diperluasnya lapangan pekerjaan di Indonesia, agar pengangguran bisa lebih berkurang sehingga kemungkinan terjadinya tindak pidana akibat faktor ekonomi tidak terjadi lagi.
Peranan penegak hukum pun dalam menangani masalah tindak kriminal di Indonesia sangat penting. Upaya itu diwujudkan dengan cara memberikan sanksi atau hukuman yang tegas bagi terpidana sesuai dengan hukum yang berlaku kepada siapapun yang melakukan tindak pidana.


                                                             10



3.2.2 Peranan Para Tokoh Agama Dalam Memberi Penyuluhan Kepada Masyarakat Dalam Mengatasi Masalah Kriminalitas di Indonesia
            Dalam mengatasi masalah kriminalitas yang tinggi di Indonesia, tidak hanya peranan aparat kepolisian saja ataupun pemerintah, namun peranan tokoh-tokoh agama sangat dibutuhkan juga. Upaya tokoh agama dalam membantu mengatasi masalah kriminalitas di Indonesia diwujudkan dengan memberikan penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat melalui ceramah-ceramah keagamaan atau khotbah-khotbah, bimbingan rohani, membantu masyarakat dalam mengatasi masalah yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan solusi-solusi yang terbaik sesuai dengan kaidah-kaidah agama yang diyakini dan diakui di Indonesia.
11




BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
          Selama penyusun menguraikan, menyimpulkan satu permasalahan di dalam menjalankan kampanye sosial maka penyusun mengungkapkan tentang apa yang penulis lihat dan lakukan pada saat menjalankan kampanye sosila yang telah dilaksanakan. Adapun kesimpulan yang kami dapatkan adalah sebagai berikut :
a.    Dengan adanya oknum yang melakukan tindak kejahatan di transportasi umum, tentunya kita sebagai masyarakat maupun pengguna transportasi umum dapat lebih waspada dan berhati-hati lagi saat berada di dalam transportasi publik.
b.   Pemberlakuan hukuman bagi pelaku tindak kejahatan di masyarakat untuk lebih di perketat, sehingga hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan akan memberikan efek jera dan tidak akan mengulangi tindak kejahatan di kemudian hari.
c.    Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya mengantisipasi tindak kejahatan terutama di transportasi publik, dengan mempelajari ilmu bela diri atau dengan ilmu pertahanan diri lainnya.
d.   Perlu adanya langkah nyata dari pemerintah dalam mengantisipasi dan memerangi tindak kejahatan terutama di transportasi publik, sehingga tingkat kejahatan di lingkungan masyarakat dapat di minimalisir dan masyarakat merasa lebih aman ketika ada di transportasi publik.  


12




4.2   Saran-saran
       Pada kesempatan ini, izinkanlah penyusun untuk memberikan beberapa saran kepada pembaca, pengguna trasportasi publik serta pemerintah atau instansi terkait.
-          Pengguna transportasi umum siharapkan meningkatkan  kewaspadaannya ketika berada di dalam transportasi publik, sehingga kita dapat mengatisipasi segala macam kejahatan yang selalu mengintai pengguna transportasi publik
-          Pemerintah diharakan pemerintah dan instansi terkait yang berwenang dapat lebih sigap dan cepat dalam mengantisipasi dan menindak tegas pelaku kejahatan di transportasi umum.
-          Disarankan kepada pembaca dapat teredukasi dan dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya meningkatkan kewaspadaan kita terhadap lingkungan sekitar terutama di transportasi umum, agar tindak kejahatan di transportasi umum dapat diminimalisir.
Demikianlah saran-saran dari kami, saran yang kami berikan semata-mata bertujuan untuk menekan angka kejahatan yang ada di masyarakat terutaa kejahatan di transportasi publik.
      13




DAFTAR PUSTAKA
Soerjono Soekanto, 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit PT Raja Grafindo    Persada : Jakarta.
 A.S. Alam, 2010. Pengantar Kriminologi. Penerbit Pustaka Refleksi : Makassar.
 Mien Rukmini, 2006. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi. Penerbit PT Alumni : Bandung.
 
14


Berikut ini adalah link video kampanye sosial kami :
Silahkan dilihat !