Pengantar
Salah
satu faktor penunjang keberhasilan suatu industri manufaktur ditentukan
oleh kelancaran proses produksi. Sehingga bila proses produksi lancar,
akan menghasilkan produk berkualitas, waktu penyelesaian pembuatan yang
tepat dan ongkos produksi yang murah. Proses tersebut tergantung dari
kondisi sumber daya yang dimiliki seperti manusia, mesin ataupun sarana
penunjang lainnya, dimana kondisi yang dimaksud adalah kondisi siap
pakai untuk menjalankan operasi produksinya, baik ketelitian, kemampuan
ataupun kapasitasnya. Kondisi siap pakai dari mesin dan peralatan, dapat
dijaga dan ditingkatkan kemampuannya dengan menerapkan program
perawatan yang terencana, teratur dan terkontrol, begitupun kemampuan
sumber daya manusianya perlu penyesuaian demi tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Perawatan
atau maintenance adalah merupakan salah satu fungsi utama usaha,
diamana fungsi - fungsi lainnnya seperti pemasaran, produksi, keuangan
dan sumber daya manusia. Fungsi perawatan perlu dijalankan secara baik,
karena dengan dijalankannya fungsi tersebut fasilitas - fasilitas
produksi akan terjaga kondisinya dan memberikan pengaruh yang besar bagi
kesinambungan operasi suatu industri.
Dari
beberapa uraian dan difinisi diatas, maka dapatlah dijelaskan bahwa
pengertian dari manajemen perawatan adalah pengelolaan pekerjaan
perawatan dengan melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian
serta pengendalian operasi perawatan untuk memberikan performasi
mengenai fasilitas industri. Dalam perkembangan Manajemen Perawatan
tersebut, timbul suatu konsep ataupun metode yang bertujuan menjaga
optimasi produktifitas yang dikenal sebagai Total Productive Maintenance
(TPM).
TPM
bisa diartikan sebagai ilmu perawatan terhadap mesin. Total Productive
Maintenance (TPM) adalah sebuah program perawatan yang termasuk
didalamnya definisi konsep terbaru untuk merawat peralatan dan
perlengkapan. Tujuaan dari program TPM adalah untuk menaikkan nilai
produksi yang dimana pada saatyang bersamaan, menaikkan moral para
pekerja dan kepuasan pekerjaan. TPM membawa perawatan kedalam focus
sebagai kebutuhan dan bagian kepentingan utama dalam bisnis. Kemudian
tidak lama disetujui sebagai aktivitas non-profit. Seiring berjalannya
waktu kemudian dijadwalkan sebagai bagian dari perawatan harian dan
dalam beberapa kasus, bagian intergral dari proses manufaktur. Tujuannya
adalah untuk mengontrol kedaan gawat darurat dan perawatan yang tidak
terjadwal menjadi minimum.
Sejarah TPM
TPM
adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari TOM bisa
dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan pertama kali
diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan
pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso adalah perusahaan
pertama yang yang memperkenalkan penerapan pemeliharaan pencegahan
secara luas di 1960an. Pemeliharaan pencegahan adalah konsep yang
dimana, operator memproduksi barang menggunakan mesin dan grup
pemeliharaan didedikasikan dengan kerja pemeliharaan mesin, bagaimanpun
dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan menjadi sebuah
permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan yang dibutuhkan.
Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan membawa pemeliharaan
rutin dari peralatan.
Nippondenso,
yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan pencegahan, juga
menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan oleh operator
produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi perlengakapan untuk
improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada pemeliharaan
pencegahaan. Modifikasi dilakukan untuk untuk bisa berkoorperasi dalam
perlengkapan yang baru. Pencegahan pemeliharaan bersama dengan
Maintanance Prevention melahirkan Produktif Maintanance.
Objek TPM
- Memaksimalkan kegunaan peralatan kerja secara efektif dan benar.
- Merancang sistem pemeliharaan agar peralatan selalu siap pakai.
- Mengajak seluruh departemen untuk terlibat langsung dalam merancang, menggunakan, serta merawat semua peralatan kerja.
- Mengajak manajemen dan pekerja untuk terlibat aktif dalam mensukseskan kegiatan ini
Tujuan TPM
- Mengurangiwaktu tunggu pada saat operasi
- Meningkatkan ketersediaan alat sehingga menambah waktu produktive.
- Memperpanjang umur pakai.
- Melibatkan pemakai dalam sistem perawatan.
- Pelaksanaan program prevention maintenance dan peningkatan kemampuan merawat
Sasaran TPM
- Meningkatkanproduktifitasdengancaramengurangimasukandanmenaikankeluaran
- Memaksimalkanefektivitasperalatansecara :
- Kuantitatif : meningkatkan total ketersediaan peralatan, dan produktivitas pada periode oerasi tertentu
- Kualitatif : mengurangi banyaknya produk cacat, menstabilitaskan dan peningkatan kualitas.
Total
Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu sistem pemeliharaan dan
perbaikan pada mesin atau peralatan yang melibatkan semua di visi dan
karyawan mulai dari operator hingga manajemen puncak berdasarkan
komitmen yang telah disepakati bersama. Konsep Total Productive
Maintenance (TPM) pertama kali diterapkan di Jepang pada tahun 1971.
Pada awalnya, Jepang belajar pemeliharaan produktifitas dari Amerika,
lalu digabungkan dengan kebudayaan Jepang (kerja tim). TPM merupakan
pencapaian efisiensi pemeliharaan mandiri melalui satu sistem yang
lengkap berdasarkan keikut sertaan seluruh karyawan. Selain itu, TPM
gabungan dari beberapa ilmu tingkah laku (manusia dan mesin), rekayasa
sistem, ekologi (perub ahan mesin), dan logistik.
TPM
dirancang untuk mencegah terjadinya suatu kerugian karena terhentinya
aktivitas produksi, yang disebabkan oleh kegagalan fungsi dari suatu
peralatan (mesin) , kerugian yang disebabkan oleh hilangnya kecepatan
produksi mesin yang diakibatkan oleh kegagalan fungsi suatu komponen
tertentu dari suatu mesin produksi , dan kerugian karena cacat yang
disebabkan oleh kegagalan fungsi komponen atau mesin produksi. Jadi
dapat di simpulkan secara sederhana bahwa tujuannya diaplikasikannya TPM
adalah untuk mengoptimalkan efisiensi sistem produksi secara
keseluruhan melalui aktivitas pemeliharaan dan perbaikan secara
terorganisir.
Pada
dasarnya, masalah pemeliharaan dan perbaikan sudah timbul sejak
pemilihan instalasi atau peralatan. Hal ini disebabkan karena suatu
sistem pemeliharaan dan perbaikan hanya dapat dilakukan dengan baik dan
benar jika sekurang-kurangnya telah dipahami prinsip kerja dan
karakteristik instalasi, konstruksi dan filsafat perancangannya, bahan
dan energi yang digunakan, serta jumlah dan kualifikasi operator dan
teknisi yang menanganinya. Dimana system pemeliharaan dan perbaikan
meliputi semua usaha untuk menjamin agar instalasi senantiasa dapat
berfungsi dengan baik, efisien dan ekonomis, sesuai dengan spesifikasi
dan kemampuannya. Sementara disisi lain hal yang perlu diperhatikan
bahwa biaya pemeliharaan dan perbaikan haruslah dapat ditekan seminimal
mungkin.
Implementasi TPM
Keberhasilan
kegiatan TPM haruslah terukur agar pelaksanaan kegiatannya jelas dan
terarah. Parameter untuk mengukur kegiatan ini adalah TPM Indeks, yang
meliputi:
Ketersediaan(Availability)
Performa/Kinerja mesin (Performance)
Kualitas produk (Quality)
Availability
Yaitu kesediaan atau kesiapan mesin dalam beroperasi. Nilai ini merupakan parameter keberhasilan kegiatan perawatan (η)
mesin. Standar untuk Indeks untuk kesediaan atau kesiapan
(Availability) yang ditetapkan oleh JIPM (Japan Institute of Plant
Maintenance) adalah 90%. Rumus persamaan didalam mengkalkulasi nilai
availability adalah:
Operating Time = Waktu bersih alat/mesin bekerja (tanpa kerusakan).
Planned Production Time = Waktu bersih alat/mesin bekerja yang direncanakan.
Ada dua parameter yang mempengaruhi nilai availability yaitu:
- MTTR (Mean Time To Repair) : Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak. Semakin singkat waktu perbaikan maka semakin baik kualitas perawatan.
- MTBF (Mean Time Between Failure) : Waktu rata-rata antarasetiapkegagalanmesin yang terjadi. Semakin lama tenggangwaktuantarakegagalansemakinbaikkegiatanperawatan.
Performance
Perpormnace
merupakan hasil perkalian dari operation speed rate dan net operation
rate, atau rasio kuantitas produk yang di hasilkan di kalikan dengan
waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia dalam melakukan
proses produksi (operation time). Operation speed rate merupakan
perbandingan antara kecepatan ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin
sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan actual mesin
(actual cycle time). Persamaan matematikanya di tunjukkan sebagai
berikut :
Net
operatiaon rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang di
proses (processes amount) dikali actual cycle time dengan operation
time. Net operatioanj time menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh
minor stoppages dan menurunya kecepatan produksi ( recuced speed).
Tiga factor penting yang di hubutuhkan untuk menghitung perpormance efficiency:
- Ideal cycle (waktu siklus ideal/waktu standar).
- Processed amount (jumlah produk yang di proses).
- Operation time (waktu operasi mesin).
Performance efficiency dapat di hitung sebagai berikut :
Performance efficiency = Net operating x Operating cycle time
Quality
Rate
of quality poduct adalah rasio jumlah yang lebih baik terhadap jumlah
total produk yang di proses. Jadi rate of quality produk adalah hasil
perhitungan dengan menngunakan dua factor berikut:
Processed amount (jumlah produk yang di proses)
Defect amount (jumlah produk yang cacat)
Rate of quality product dapat di hitung sebagai berikut :
Rate quality product = Proses amount - Defect /Processed amount x 100%
Keseluruhan
parameter dari setiap aktivitas tersebut diatas (Availability,
Performance dan Quality) dinamakan Overall Equipment Effectivenes (OEE)
yang merupakan parameter indikator menyeluruh didalam
mengendentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerja
secar teori. Pemgukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana
yang perlu untuk di tngkatkan produktivitas maupun effisiensi
mesin/peralatan dan dapat juga meunjukkan are bottleneck yang terdapat
pada lintasan produksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi
dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas
penggunaan mesin/peralatan.
Seperti
dijelaskan sebelumnya OEE adalah salah satu out-put dari pengaplikasian
progam Total Productive Maintenance (TPM). Kemampuan
mengidentifikasikan secara jelas akar permasalahan dan faktor
penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan menjadi terfokus merupakan
faktor utama metode ini diaplikasikan secara menyeluruh oleh banyak
perusahaan didunia. Disuatu industri manufaktur seringkali menghadapi
kendala didalam mengaplikasikan TPM dimana banyaknya permasalahan yang
belum terungkap dengan jelas. Hal tersebut mengakibatkan penggunaan
peralatan yang ada belum optimal. Oleh karenanya pengungkapan akar
masalah dan faktor penyebabnya sangat diperlukan sebelum perusahaan
melakukan usaha perbaikan. Menurut Nakajima (1988), terdapat 6 kerugian
peralatan yang menyebabkan rendahnya kinerja dari peralatan. Keenam
kerugian tersebut, disebut dengan six big losses yang terdiri dari:
- Kerusakan peralatan (equipment failure)
- Persiapan peralatan (setup and adjustment)
- Gangguan kecil dan nganggur (idle and minor stoppage)
- Kecepatan rendah (reduced speed)
- Cacat produk dalam proses (process defect)
- Hasil rendah (reduced yield)
Keenam
kerugian peralatan tersebut merupakan tipe kerugian peralatan secara
umum. Agar pengukuran nilai OEE ini menjadi lebih akurat kerugian
peralatan tersebut harus dapat diuraikan lebih spesifik. Berdasarkan
observasi pada beberapa penelitian , diperoleh beberapa kerugian
peralatan spesifik yang merupakan penjabaran dari six big losses yang
telah disebutkan, penjabaran tersebut yang merupakan alur dari
pengukuran nilai OEE ini digambarkan pada Gambar 1. Kerugian peralatan
tersebut adalah:
- Dandori, lama waktu terpakai untuk kegiatan persiapan operasi mesin atau peralatan. Terdapat juga kerugian waiting dandori, yaitu lama waktu terpakai untuk menunggu dilaksanakannya dandori.
- Quality check, lama waktu terpakai untuk memantau kondisi awal operasi peralatan dari kualitas produk awal yang dihasilkan.
- Scrap handling, lama waktu terpakai untuk menangani scrap atau sisa hasil proses.
- Waiting, lama waktu terpakai untuk menunggu peralatan beroperasi yang terdiri dari waiting crane, forklift, material, dan mesin.
- Trouble, lama waktu terpakai ketika terjadi gangguan atau kerusakan pada peralatan produksi. Berdasarkan peralatannya, maka trouble ini terdiri dari trouble quality, die, mesin, conveyor, kickers, rachi, dan jaw.
- Speed, kerugian yang terjadi akibat perbedaan antara kecepatan aktual produksi terhadap kecepatan ideal yang ditetapkan.
- Quality, merupakan kerugian yang diakibatkan produk jadi yang tidak sesuai dengan standar, dan
- Lain-lain, merupakan kerugian yang terjadi diluar kategori yang diuraikan dan kejadiannya tidak berulang.
Kerugian peralatan (Equipment Losses) yang terjadi.
Kerugian
peralatan yang terjadi dapat diukur denga cara mengukur pencapaian
nilai OEE satu lini produksi dalam satu periode dan melalui analisis
pareto terhadap hasil pengukuran tersebut diperoleh akar permasalahan
dan faktor penyebabnya yang secara jelas ditampilkan pada sebuah diagram
sebab-akibat.
Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram
ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram) di
perkenalkan pertama kalinya pada tahun 1943 oleh Prof.Kaoru Ishikawa
(Tokyo Unifersity). Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan
factor factor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penentuan
karakteristik kualitas output kerja.Dalam hal ini metode sumbang saran
akan cukup efectife digunakan untuk mencari factor factor penyebab
terjadinya penyimpangan kerja secara detail. Untuk mencari factor-factor
penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja maka, ada lima
factor penyebab utama yang signifikan yang perlu di perhatikan yaitu :
- Manusia (man)
- Metode kerja (work method)
- Mesin atau peralatan kerja (machine/equipment)
- Bahan baku (raw material)
- Lingkungan kerja (work environment)
Usaha
perbaikan pada industri manufaktur, dilihat dari segi peralatan, adalah
dengan meningkatkan utilisasi peralatan yang ada seoptimal mungkin.
Utilisasi dari peralatan yang ada pada rata-rata industri manufaktur
adalah sekitar setengah dari kemampuan mesin yang sesungguhnya
(Nakajima, 1988). Pada prakteknya, seringkali usaha perbaikan yang
dilakukan tersebut hanya pemborosan, karena tidak menyentuh akar
permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena tim perbaikan
tidak mendapatkan dengan jelas permasalahan yang terjadi dan
faktor-faktor yang menyebabkannya. Untuk itu diperlukan suatu metode
yang mampu mengungkapkan permasalahan dengan jelas agar dapat melakukan
peningkatan kinerja peralatan dengan optimal (Jonsson dan Lesshammar,
1999). Tempat penelitian ini adalah sebuah perusahaan otomotif terkemuka
di Indonesia yang selama ini telah menerapkan suatu metode pengukuran
kinerja manufaktur perusahaan. Melalui metode tersebut, perbaikan yang
berkelanjutan (continuous improvement) terhadap peningkatan kinerja
peralatan terus dilakukan. Seiring dengan pelaksanaan usaha perbaikan
tersebut, masih dijumpai permasalahan yang mengakibatkan tidak
optimalnya peningkatan kinerja peralatan. Hal ini diakibatkan masih
samarnya inti permasalahan yang sesungguhnya serta faktor-faktor
penyebabnya. Kondisi ini terjadi pada salah satu dari beberapa pabrik
yang dimiliki oleh perusahaan ini, yaitu Stamping Production Division
(SPD). Dengan demikian, pada penelitian ini pokok permasalahan yang
dibahas adalah mengenai pengukuran nilai Overall Equipment Effectiveness
(OEE) yang digunakan sebagai dasar dalam usaha perbaikan dan
peningkatan efektivitas dan produktivitas dari sistem manufaktur
perusahaan di SPD.
Aktifitas dasar TPM.
- Perbaikan Terfokus (Focused Improvement)
- Perawatan Mandiri (Autonomous Maintenance)
- Pelatihan
- Perawatan Terencana (Planned Maintenance)
- Penanganan permasalahan sejak dini (Early management)
- Meningkatkan kualitas manajemen Perawatan (Quality Management)
- Partisipasi bagian administrasi dan penunjang lainnya dalam TPM
- Manajemen K3 dan Lingkungan
Tujuan dari pelaksanaan TPM ini adalah:
Mendapatkan nilai OEE dari peralatan produksi pada lini produksi yang ditentukan
Mendapatkan akar penyebab dari permasalahan yang ada serta mengajukan saran-saran pemecahannya.
OEE
merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur (metric) dalam
penerapan program TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan
menghapuskan six big losses peralatan. Pengukuran OEE ini didasarkan
pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu
- Availability ratio
- Performance ratio
- Quality ratio.
Untuk mendapatkan nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih dahulu.
8
Pilar Total Productive Maintenance
Focus
Improvement:
- Mengukur pemborosan di Tempat kerja
- Implement MUDA Waste Elimination to improve productivity & cost reduction
- Meningkatkan efektifitas kerja dengan menerapkan 6S (Sort, Set in Order, Shine, Safety, Standardize & Sustain)
- Reset based level, yaitu mengimplementasikan kegiatan maintenance harian oleh Operator pada aktivitas pembersihan, inspeksi mesin, pelumasan mesin dan pengencangan sambungan (baut, klem..etc)
- Menerapkan Autonomous Maintenance & Operator di setiap working station.
Planned
Maintenance System
- Menjamin mesin 100% siap untuk digunakan (reduce downtime & 100% readiness)
- Menjamin mesin 100% mendukung pencapaian mutu yang konsisten, jumlah produk yang sesuai dan ketepatan waktu bagi jawal pengiriman ke pelanggan
- Mengimplementasikan Preventive Maintenance Schedule bagi kemudahan pelaksanaan perawatan dan tindakan pecegahan
- Reduce maintenance & variable cost
Training
& Skill Development dalam mengimplementasikan Competencies Based Matrix
- Gaps Skill & Training Analysis
- Conduct training & awareness
- Verifikasi efektivitas terhadap kepatuhan penerapan
- People and Skill Matrix
Master
Plan Design, Early Equipment & Process Management
- Periksa spesifikasi alat dan data teknis
- Pelajari kelemahan dan kekurangan sebagai langkah perbaikan [Life cycle costing]
- Penerapan perbaikan design pada mesin terpasang dan kemungkinan investasi mendatang pada: Kemudahan dalam pembuatan mesin/alat kerja, Kemudahan instalasi, Kemudahan proses, Kemudahan dalam pengendalian proses dan mutu produk dan Jaminan hasil produksi yang bermutu konsisten
Quality
Maintenance System “Hinshitsu Hozen”
- Melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kerusakan atas mutu dan control performa mesin
- Focus pada kegiatan Quality Source and Quality Assurance
- Penerapan Sistem Preventive Maintenance yang efektif dalam ketepatan waktu dan biaya
- Mengimplementasikan pedeteksi kesalahan dini [Poka Yoke, Mistake Proofing]
TPM
in Support Departments (Office, Sales, Marketing, Finance/Accounting, IT and
Administration)
- Seluruh department yang mendukung proses produksi, penyerahan produk dan pelayanan pelanggan berpartisipasi aktif dalam kegiatan TPM untuk meningkatkan efektifitas kinerja binis
- Meningkatkan kecepatan, efektifitas dan kesederhanaan sehingga bisnis proses menjadi lebih ringkas dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan
Health
Safety Environment Management System
- Operasi bisnis yang berbasis kuat pada dukungan kegiatan Keselamatan kerja dan lingkungan
- Pelatihan dan implementasi pada seluruh aspek bisnis proses untuk mencapai Zero Accident and Zero Pollution
- Tunduk dan mematuhi secara terhadap peraturan Pemerintah dan persyaratan Pelanggan untuk mengimplementasikan kebijakan HSE.
Implementasi TPM
Tahapan Implementasi
- Mengumumkan Keputusan Pimpinan Puncak untuk Memperkenalkan TPM
- Melancarkan Kampanye Pendidikan
- Menciptakan Organisasi yang mengarah pada peningkatan TPM
- Menentukan Dasar-Dasar Kebijakan TPM dan Sasaran TPM
- Merumuskan Sebuah Master Plan Untuk Pengembangan TPM
- Menguasai “ Kick Off “ TPM
- Meningkatkan Keefektifan Peralatan
- Menetapkan Sebuah Program Mandiri Para Operator
- Menyusun Sebuah Program Pemeliharaan Terjadwal
- Menyelenggarakan Pelatihan Untuk Meningkatkan Ketrampilan Operasi dan Pemeliharaan
- Kembangkan Program Manajemen Pemeliharaan Awal
- Penerapan TPM Secara Penuh dan Arahkan Untuk Sasaran Yang Lebih Tinggi.
- Aspek penting dalam implementasi TPM
- Kegiatan – kegiatan yang memaksimalkan ke-efektifan dari peralatan.
- Perawatan yang mandiri oleh para operator.
- Kegiatan – kegiatan kelompok kecil pimpinan
Harapan hasil dari implementasi TPM
- Hasil hasil yang nyata dan terukur, perusahaan yang telah mengimplementasikan TPM dengan baik memiliki tingkat kerusakan peralatan, kecelakaan kerja, produk cacat, keluhan konsumen, serta biaya produksi yang rendah.
- Mengubah kebiasaan di lingkungan kerja (Membuang kebiasaan buruk dan mengembangkan kebiasaan yang baik).
Dengan
TPM perusahaan yang sebelumnya tidak teratur ( kotor ), penuh dengan
sisa-sisa material produksi, kebocoran-kebocoran aliran, peralatan
berkarat dan lainnya berubah menjadi lingkugan kerja yang bersih dan
nyaman.
SERTIFIKAT :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar